UBUD WRITERS AND READERS FESTIVAL (UWRF) 2016
Salah satu hal yang gak sempet saya lakukan ketika sedang fokus bikin video adalah nulis di blog. Idealnya saya bayar orang untuk ngedit video, jadi saya fokus untuk bikin konten aja dan melakukan hal lainnya. Tapi untuk membiayai hidup saya sendiri aja susah, gimana mau bayar orang untuk editing?!
Padahal saya sudah lama sekali pengen cerita tentang Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2016 ini. Fotonya sampe basi kesimpen di kamera dan hape saya. Saya masih kebayang gimana capeknya selama seminggu pergelaran acaranya, saya hampir selalu bolak - balik Denpasar - Ubud. Tujuan utamanya bukan untuk ke festivalnya, tapi nemenin temen dari Jawa yang jauh - jauh dateng ke Bali demi acara ini.
Saya paling gak bisa kalo ada temen dari luar Bali, main ke Bali, tapi saya ga nemenin. Membantu dari jauh lewat hape itu rasanya bersalah banget. Prinsip saya, mereka harus saya bantu dan beri kemudahan selama ada di Bali.
Meski pada akhirnya saya tidak mampu menjalankan tanggung jawab yang saya buat untuk diri saya sendiri. Saya gak bisa nemenin temen saya ini sepanjang acara karena kebentur pekerjaan. Disaat yang sama kantor saya juga banyak event di Denpasar. Alhasil saya ke Ubudnya bolong - bolong. Parahnya lagi, saya gak bisa nemenin temen saya di hari - hari terakhirnya dia di Bali. Jadwalnya bentrok dengan agenda saya di kantor. Bukan hanya bersalah karena gak sempet say goodbye, tapi saya juga merasa bersalah karena belum ngasi kenang - kenangan. Minimal baju barong. :'(
Atau gantungan kunci ikonik dari Bali, yang sekarang bentuknya sudah dimodifikasi menjadi benda - benda lain. Benda itu bisa kalian lihat di video saya tentang nama panggilan otong orang Indonesia. Saya memakai benda itu untuk properti dalam video tersebut. Hehe
Meskipun gak setiap hari ke acaranya, rasanya lumayan pegel juga. Mungkin karena ditambah kerjaan di kantor yang lagi banyak - banyaknya. Tapi pada kala itu adalah jumlah kunjungan saya ke ubud dalam seminggu terbanyak yang pernah saya lakukan. Selama ini saya gak pernah inget jalan ke Ubud. Tapi karena momen ini, saya bukan inget lagi, tapi hapal! Sekaligus badan pegel, pulang pergi setidaknya tiga kali dalam seminggu ke Ubud itu capek banget asli.
Tapi saya senang. Saya dari 2009 sudah tau tentang acara ini. Tapi gak pernah kesampean. Pada tahun ini akhirnya kesana juga. Acaranya padet, dengan bintang tamu yang keren - keren. Bertemu orang - orang hebat, dan dapet tontonan gratis (tapi ada juga yang premium sih alias berbayar). Kalian googling aja 'Ubud Writers and Readers Festival 2016'. Apalagi venue-nya. Ya ampuuun, keren parah. Saya nyesel karena gak menyiapkan apapun untuk bikin videonya. Padahal lokasi, tata panggung, dekorasi, dan pertunjukan - pertunjukan yang ditampilin kacauuu.. kece gila! Bener - bener saya kecewa banget pada diri saya sendiri.
Saya akhirnya hanya menyaksikan, benar - benar menikmati acaranya. Tanpa berniat merekam ataupun mengambil gambar. Enak juga berada dalam suatu acara tanpa berambisi mengabadikan semua momen yang ada. Saya hanya sesekali saja mengambil gambar. Ketika sesi berfoto dengan bintang tamu, serta pertunjukan di panggung utama.
Panggung talkshow |
Panggung utama |
Panggung bawah |
Richard Oh memberi penjelasan sebelum filmnya diputar, dia berdiri di depan layar, di seberang panggung talkshow |
Pembacaan puisi |
Meski di film yang saya tonton di UWRF, dia sebagai pemeran utama di filmnya, ceritanya sangat sulit saya cerna. Berasa membaca karya sastra tingkat tinggi. Mungkin ini semua karena kemampuan saya yang terbatas. Kekekekekek
Judul filmnya adalah Melancholy Is a Movement. Saya gak tahu apakah ini cerita tentang (A) cowo yang gak bisa move on dari kucingnya yang mati, atau (B) sutradara yang idealis tapi terjepit masalah ekonomi, atau (C) bintang film yang filmnya sedang tayang. Jadi tiga topik tadi adalah inti ceritanya, cuman saya bingung adegan A yang mana, adegan B yang mana. Semua dicampur aduk dengan cerdas oleh Richard Oh, sebagai sutradara. Saya bengong bego gak ngerti barusan film yang saya tonton sebenernya ceritanya tentang apa?
Joko Anwar sendiri, yang biasanya galak kalau ngasi komentar tentang sebuah film atau kejadian sosial di negeri ini, dalam film ini ekspresinya lebih cool, lebih kalem. Ngomong seadanya, ekspresi secukupnya. Atau jangan - jangan emang kayak gitu akting yang bagus??
Yang unik lagi dari UWRF 2016 ini penonton harus muter tempat duduknya setiap pergantian satu acara ke acara lain. Karena layar, panggung talkshow, dan panggung utama letaknya mengelilingi penonton.
Sayangnya ketika sesi Dewi Lestari keesokan harinya, padahal acaranya deket Denpasar, saya juga gak bisa hadir. Semoga tahun depan saya bisa ikut lagi, dan bikin videonya. Ini juga jadi pelajaran untuk saya agar menandai event besar yang terjadi, dan menyiapkan semuanya agar bisa divideoin. Karena ngomong - ngomong saya juga melewatkan Nusa Dua Fiesta yang ketika tulisan ini dibuat acaranya sedang berlangsung, gak bisa saya liput karena kurangnya persiapan. Sedih banget.
No comments :
Post a Comment